## Peta Jalan Industri Semikonduktor Nasional: Tantangan dan Peluang Menuju Kemandirian
Indonesia tengah menatap peluang emas di sektor semikonduktor. Potensi pasar yang menjanjikan, diperkirakan mencapai US$2,79 miliar pada tahun 2025, mendorong percepatan pengembangan industri ini dari hulu hingga hilir. Hal ini menjadi fokus utama diskusi paralel bertajuk “Semikonduktor, Thin Films, dan Teknologi Vakum” dalam rangkaian Konferensi Sains dan Teknologi Indonesia (KSTI) 2025 di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Diskusi tersebut menghadirkan para pakar terkemuka untuk membahas peta jalan pengembangan industri silikon dan semikonduktor nasional. Natalita Maulani Nursam, peneliti dari Pusat Riset Elektronika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memaparkan peluang besar industri semikonduktor untuk menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia dan meningkatkan daya saing di kancah global. Namun, ia juga menyoroti kompleksitas rantai nilai global yang sangat terspesialisasi, meliputi tahap desain, material, dan manufaktur.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BRIN telah merumuskan strategi komprehensif, salah satunya dengan fokus pada pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Inisiatif konkret yang dijalankan adalah pengembangan “Open Platform” yang dilengkapi fasilitas fabrikasi nanodevice di dalam cleanroom yang berlokasi di Bandung. Platform ini diharapkan mampu mendorong inovasi dan kolaborasi dalam pengembangan teknologi semikonduktor.
Zulfiadi Zulhan, ahli metalurgi dari ITB, memberikan perspektif sejarah tentang material silikon. Ia menjelaskan bahwa silika, bahan baku utama semikonduktor, telah digunakan manusia sejak 1,5 juta tahun lalu. Meskipun demikian, pengolahan silika menjadi material semikonduktor modern membutuhkan proses produksi yang panjang dan kompleks. Dominasi Tiongkok dalam produksi silikon global, yang mencapai 85% pangsa pasar, menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Zulfiadi menekankan pentingnya kajian ekonomi pada setiap tahap produksi untuk menentukan prioritas pengembangan industri semikonduktor di Indonesia.
Akhmad Herman Yuwono, ahli metalurgi dari Universitas Indonesia, turut menyuarakan pentingnya peran akademisi dalam membangun ekosistem industri semikonduktor yang kuat. Ia menekankan perlunya sinergi erat antara perguruan tinggi dan industri untuk menghasilkan SDM yang terampil dan siap mengisi kebutuhan industri. Kolaborasi riset antar lembaga pendidikan tinggi dan lembaga riset juga menjadi kunci untuk mempercepat inovasi dan adopsi teknologi terbaru di dalam negeri. “Universitas harus menjadi pilar utama dalam riset material canggih dan menjadi tempat mencetak talenta-talenta yang akan memimpin industri semikonduktor masa depan,” tegasnya.
Kesimpulannya, pengembangan industri semikonduktor di Indonesia membutuhkan strategi terintegrasi yang melibatkan pemerintah, lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri. Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, Indonesia berpeluang besar untuk mewujudkan kemandirian di sektor strategis ini dan meraih posisi kompetitif di pasar global.
**Keywords:** Industri Semikonduktor Indonesia, Silikon, Teknologi Vakum, Thin Films, BRIN, ITB, UI, KSTI 2025, Inovasi, Manufaktur, Sumber Daya Manusia, Peta Jalan Industri, Pengembangan Teknologi, Ekonomi Digital, #DiktisaintekBerdampak #Pentingsaintek #Kampusberdampak #Kampustransformatif #KSTI2025 #SainsUntukIndonesia #InovasiMasaDepan #TeknologiBicara